Wanita mana yang tidak
mendambakan seorang lelaki yang kelak dapat menjadi sandaran hidupnya, mampu
membimbing dan mendidiknya untuk menjadi wanita terbaik dan shalihah bukan saja
hanya untuk suaminya, tetapi terbaik untuk Allah SWT. Suami yang selalu memotivasinya untuk
beribadah kepada Allah SWT dan selalu istiqamah di jalan-Nya.
Mengutip perkataan Pak Mario Teguh yang
SUPER SEKALI: “Jodoh itu di tangan Tuhan. Benar.. Tapi jika qmu tidak meminta
dan mengambil dariNYA, selamanya dia akan tetap di tangan Tuhan.”
Mmm aqu kasih gambaran, sebuah kisah yang berawal dari
Facebook:
Ada seorang ikhwan yang profesinya sebagai seorang trainer
menemukan jodohnya via Facebook. Bagaimana hal itu bermula? Niy aqu ceritakan kisah tentang mereka.
Bagi seorang trainer, menjaga silaturahim
dengan orang-orang yang telah ditrainingnya adalah sebuah keharusan. Begitupun
dengan ikhwan trainer ini. Di setiap akhir training, ia selalu memberikan nama
akun FBnya agar para peserta training bisa tetap menjaga silaturahim dengan
sang trainer via FB.
Suatu hari, seperti biasa, ketika seorang trainer menulis
status FB, pasti berbau hal-hal yang bisa memotivasi seseorang, seperti apa
yang selama ini dilakukan mereka via training. Berawal dari sebuah status FB
sang trainer yang begitu memotivasi para pembaca, ada salah seorang akhwat yang
pernah menjadi peserta training yang mengomentari status tersebut. Intinya,
sang akhwat tersentuh dengan kata-kata yang dituangkan sang trainer dalam
statusnya. Dari situlah, sang trainer akhirnya berkunjung ke FB sang akhwat
-karena merasa belum mengenal sang akhwat- hanya sekadar ingin mengingat-ingat
mungkin sang akhwat pernah menjadi salah satu peserta trainingnya.
Tdk disangka, ketika memasuki halaman FB sang akhwat, ada
sebuah rasa yang muncul dalam hati dan sebuah bisikan yang begitu halus dan
berulang : “Aku yakin, dia jodohku..”. Interaksi dan komunikasi pun terjalin
via FB hingga akhirnya sang trainer memutuskan untuk meminang sang akhwat
menjadi istrinya. Gayung pun bersambut, sang akhwat menerima pinangan itu dan
mereka menikah. Simple, isn’t it?
Itu
adalah sebuah kisah yang mungkin pernah kita alami juga. Berkenalan lewat
jejaring sosial, coment-comentan, minta no Hp, curhat-curhatan, merasa nyaman,
lalu yakin dia adalah jodoh kita :-)
Allah memang sudah menetapkan jodoh kita di
Lauh Mahfudz sana, jauh sebelum kita lahir ke dunia ini. Apakah kita akan
berjodoh dengan orang yang belum dikenal sebelumnya atau bahkan orang yang
sudah kita kenal dan dekat di sekitar kita. Tinggal kita yang memilih akan
menjemput jodoh yang disertai keberkahan atau tidak.
Lantas apa yang dimaksud dengan berkah
Allah dan bagaimana cara agar apa yang dilakukan senantiasa mendapat keberkahan
dari Allah?
Berkah, jika dilihat dari bahasa berupa kata ‘al-barakah’,
yang artinya berkembang, bertambah dan kebahagiaan. Asal makna keberkahan,
begitu Imam Nawawi berkata, ialah kebaikan yang banyak dan abadi.
Ada 2 syarat agar barakah Allah senantiasa menaungi kita.
Pertama, iman kepada Allah. Jadi, hanya orang mukminlah yang
mendapatkan barakah Allah, seperti yang Allah sampaikan langsung melalui surat
cintaNYA:
”Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi.
Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya”. (QS. Al-A’raaf [7] : 96)
Orang yang merealisasikan keimanannya kepada Allah, dengan
hanya bergantung padaNYA, yakin padaNYA, senantiasa menyertakan Allah dalam
setiap apa yang dilakukan, merekalah orang-orang yang akan mendapatkan barakah
Allah. Semoga kita termasuk ke dalamnya. Aamiin.
Syarat kedua, amal shalih. Amal shalih adalah menjalankan
perintah Allah dan menjauhi larangan-NYA, sesuai dengan syariat yang diajarkan
Rasulullah SAW.
Jadi, untuk meraih keberkahan dalam ikhtiar menjemput jodoh,
kita harus YAKIN ke Allah bahwa jodoh kita takkan pernah tertukar. Kita pun
harus menyertakan Allah dalam setiap mengambil keputusan terkait jodoh ini,
selalu istikharah memohon petunjukNYA. Dan yang tak kalah penting, perbanyak
amal shalih, semakin dekat ke Allah dan menjauhi apa-apa yang dilarangNYA.
Tidak bermaksiat ketika proses menjemput jodoh itu berlangsung. Tidak ada jalan
berdua yang akan mendekati zina, tidak ada sms mesra dengan kata-kata penuh
cinta, tidak ada chatting untuk hal-hal yang tak penting, sebelum akad
ditunaikan.
Setiap orang yang sedang dimabuk cinta -tulis Dr. Khalid
Jamal dalam buku Ajari Aku Cinta di halaman ke 25- pasti ia tidak menghendaki
kekasihnya merupakan salah satu komponen kemaksiatan yang ia lakukan. Demikian
pula ia tidak mau menjadi salah satu komponen kemaksiatan yang dilakukan
kekasihnya. Camkanlah arti kata cinta yang amat mulia tersebut.
Bukankah kita sudah yakin dengan janji-NYA yang tertuang
seperti ini dalam ayat cintaNYA?
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-nuur [24] : 26)
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-nuur [24] : 26)
Maka, hal yang paling tepat untuk
dilakukan dalam penantian bertemu dengan jodoh hanyalah memperbaiki diri.
Yakinlah, ketika diri ini sedang berusaha memperbaiki diri, maka ia-pun yang
entah berada di belahan bumi yang mana, yang telah tertulis dalam kitabNYA,
juga sedang berusaha memperbaiki diri. Dan semoga Allah mempertemukan kita
dengannya dalam kondisi keimanan terbaik yang mampu untuk diusahakan.
Sahabat, jika diibaratkan hari ini kita berada pada waktu
pagi setelah sarapan, maka bertemunya kita dengan sang jodoh adalah waktu makan
siang kita. Jika sudah tiba waktu makan siang, maka kita pun akan segera sampai
pada waktu makan siang kita. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan waktu dari
pagi hingga siang itu untuk mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat bukan
sekadar menunggu jam makan siang yang akan membuat kita menjadi bosan.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan dalam ikhtiar menjemput
jodoh. Selain berikhtiar mencari atau meminta dicarikan pendamping hidup, satu
hal yang paling penting adalah mempersiapkan diri menuju gerbang pernikahan.
Bukan, bukan persiapan hari H resepsi pernikahan yang cuma satu hari yang aqu
maksudkan di sini. Tapi, hari-hari setelah hari H: sudah siapkah kita menjadi
seorang suami/istri, sudah siapkah kita menjadi ayah/ibu, sudah siapkah kita
menjadi seorang menantu, sudah siapkah kita menjadi adik/kakak ipar, sudah
siapkah kita menjadi bagian dari keluarga besar suami/istri kita, dan sudah
siapkah kita menjadi seorang tetangga? Dan pertanyaan utama yang patut
dipertanyakan adalah akan dibawa ke mana bahtera rumah tangga kita nantinya??
Maka, Sahabat, mari kita tunggu waktu makan siang kita dengan
menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat, bukan saja menyiapkan diri
menuju gerbang pernikahan, tapi juga menyibukkan diri dengan amanah yang saat
ini kita emban. Jangan sampai kita focus menyiapkan diri menuju pernikahan tapi
malah menelantarkan apa-apa yang saat ini Allah amanahkan kepada kita. Hmm ga
terasa tulisan’y udah buanyak, cukup sekian yah,, mudah-mudahan bermanfaat buat
kita semua. Aamiin.
~Teruntuk belahan jiwaku yg masih dirahasiakan
Allah, Doaku senantiasa mengiringi langkahmu.
Semoga Allah selalu menjaga kita dari keburukan dunia & akhirat. Baik sebelum maupun sesudah Allah menyatukan kita dengan RidhaNya.
Amiin ya Rabb.
Semoga Allah selalu menjaga kita dari keburukan dunia & akhirat. Baik sebelum maupun sesudah Allah menyatukan kita dengan RidhaNya.
Amiin ya Rabb.
0 komentar:
Posting Komentar